Korban Lumpur Lapindo Hadang Menteri PU

SIDOARJO - Kedatangan Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto untuk melihat kondisi lumpur Lapindo dari tanggul tidak disia-siakan oleh korban lumpur asal 45 RT. Mereka langsung menghadang dan menanyakan kejelasan ganti rugi kawasan mereka yang sudah tidak layak huni. Warga asal empat desa tersebut, Mindi, Besuki Timur, Ketapang dan Pamotan, mencegat Djoko Kirmanto saat berada di tanggul lumpur, Siring, Kecamatan Porong. “Pak Menteri bagaimana nasib kami. Kenapa belum ada kejelasan terkait status wilayah 45 RT. Padahal, sebelumnya sudah ada kajian dari tim independen kalau 45 RT tidak layak huni,” tanya Hari Susilo, salah satu perwakilan warga 45 RT yang diamini oleh beberapa perwakilan warga 45 RT lainnya yang ikut mencegat Djoko Kirmanto. Mendapat pertanyaan seperti itu, Djoko Kirmanto tidak bisa menjawab banyak. Dia menyuruh warga sabar dan masih menunggu kajian lebih lanjut. Apalagi, permasalahan lumpur nantinya diharapkan selesai Tahun 2012 mendatang. “Kami belum bisa memutuskan apakah 45 RT masuk peta terdampak, tunggu tahapan kajian selanjutnya,” ujar pria yang sudah dua periode menjabat Menteri Pekerjaan Umum tersebut. Djoko Kirmanto kemudian menjelaskan, kenapa saat ini belum diputuskan 45 RT tersebut belum dimasukkan peta terdampak lumpur. Pihaknya masih belum tahu kondisi sebenarnya di sekitar kawasan pusat semburan. Dikhawatirkan, jika saat ini kawasan 45 RT dimasukkan peta terdampak, ternyata kawasan yang tidak layak huni akan bertambah. Untuk itu, dia meminta perwakilan warga 45 RT tersebut bersabar dan bisa menjelaskan kepada warga kenapa selama ini pemerintah belum bisa memenuhi tuntutan warga. “Kita tunggu saja tahun 2012, kita berharap permasalahan lumpur diselesaikan secara komprehensif. Jangan sampai setelah sudah ada keputusan presiden ternyata kawasan yang tidak layak huni bertambah lagi dan bertambah lagi. Lalu kapan selesainya,” jelasnya. Perwakilan warga 45 RT sebenarnya masih ingin menanyakan lebih banyak lagi kepada Djoko Kirmanto yang juga menjadi Ketua Dewan Pengarah BPLS tersebut. Namun, Pak Menteri tampaknya terburu-buru untuk melihat pusat semburan dari tanggul titik 25 yang cukup dekat dengan pusat semburan. Dengan nada kecewa, perwakilan warga 45 RT yang tak lebih dari 10 orang tersebut menggerutu dan minta dipertemukan dengan Joko Kirmanto di Bandara Juanda saat pak menteri akan kembali ke Jakarta. “Kami akan mencegat di Bandara Juanda agar semuanya keluhan kita bisa didengar oleh Pak Menteri,” pinta perwakilan warga 45 RT. Beberapa perwakilan warga 45 RT, di antaranya Hari Susilo, Abdus Salam, Jasimin berusaha mengejar Djoko Kirmanto yang bersama rombongan menuju ke tanggul titik 45. Namun, sebelum tiba di tanggul 25, rombongan sudah bertolak dan menuju ke Jalan Raya Porong untuk selanjutnya menuju Bandara Juanda. Menurut Jasimin, sebenarnya sudah ada hasil kajian yang dilakukan Tim Kajian Kelayakan Pemukiman (TKKP) independen yang dibentuk Pemprov Jatim yang menyatakan 45 RT tidak layak huni. Ironisnya, pemerintah sampai saat ini belum mengakui kalau kawasan 45 RT tersebut tidak aman. Bahkan, meski sudah seringkali warga menuntut dimasukkan peta terdampak lumpur, namun presiden belum juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah (Perpres) yang mengatur penanganan dan ganti rugi untuk 45 RT tersebut. Sementara itu, selain mendapat penjelasan kondisi lumpur dan penanganannya yang disampaikan Kepala BPLS Sunarso. Djoko Kirmanto juga mendapat penjelasan terkait progres pengerjaan jalur arteri Porong yang sampai saat ini masih dalam terus dikebut. “Kami berharap agar akhir tahun ini jalur arteri Porong sudah selesai,” ujar Sunarso. Sedangkan pantauan di lapangan, kondisi lumpur di kolam penampungan lumpur (pond) sampai kemarin sudah ada penurunan. Hal ini setelah BPLS melakukan pengurukan tanggul disisi yang berbatasan dengan rel KA dan Jalan Raya Porong. Selain itu, BPLS juga sudah menyudet aliran ke utara pusat semburan, sehingga lumpur bisa mengalir ke utara. Sebenarnya, jika BPLS mengelola lumpur dengan baik dan terus mengalirkan lumpur ke Sungai Porong, volume lumpur di kolam penampungan lumpur akan tetap terjaga. Melubernya lumpur ke arah barat salah satunya disebabkan setelah BPLS membuat saluran air di tepi tanggul sebelah barat denga dalih untuk mengantisipasi saat musim hujan. Kenyataannya, lumpur yang berada di dekat pusat semburan yang tingginya sekitar 15 meter longsor dan mengalir ke barat yang ketinggian tanggulnya hanya 11 meter. Beruntung saat ini musim kemarau sehingga lumpur tidak sampai meluber ke rel KA dan Jalan Raya Porong.